KGD multipel trauma

Sabtu, 15 September 2012


PENDAHULUAN
Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia, baik dari segi jumlah, pemakai jalan, jumlah pemakai jalan jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan serta kecepatan kendaraan akan meningkatkan angka kejadian trauma.
Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma dan kita harus waspada kemungkinan multiple trauma yang akan mengakibatkan multiple fraktur dan trauma organ lain seperti kepala, thoraks,organ indra dan pembuluh darah besar.
Kecelakan dapat terjadi tanpa diketahui oleh seseorang kapan ada dan dimana berada. Pada kasus dengan cidera berat, sering menimbulkan kematian dan kecacatan, baik akibat pertolongan yang kurang cepat atau kurang benar. Penderita cedera berat harus mendapatkan pertolongan yang secara cepat dan benar, secepatnya dibawa kerumah sakit yang mempunyai prasarana dan pasilitas yang memadai.
Sekitar 80% dari penderita trauma mengenai sistem muskulo skeletal. 50% pasein gawat darurat meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan di rumah sakit.
Pada pasien trauma:
v     50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian kerna distruksi otak dan   CNS,jantung aorta dan pembuluh besar lainnya
v     35% meninggal 1-2 jam setelah trauma (the golden hour). Data kematian disebabkan karena:
þ     trauma kepla berat (hemtoma subdural dan epidural)
þ     trauma toraks (hematoma toraks danpeneumotoraks)
þ     trauma abdomen (ruptur limpha dan laserasi hati )
þ     fraktur femur dan pelvis karena pendarahan masif
þ     trauma multiple dan pendarahan.
v     Pencegahan kematian dilakukan pada 1-2 jam dini, dimana harus tidak agresif. Angka kematian trauma di tentukan pada fase ini, 15% meninggal akibat:
þ     mati otak
þ     gagal organ
þ     sepsis
Jadi pada umumnya suvival pasien ditentukan oleh:
þ     Siapa yang pertama kali menolong pasien
þ     Kuaalitas ambulans dan personal ambulans
þ     Pasien dibawa ke IGD yang mampu menanggulangi beratnya kasus yang bersangkutan
þ     Kalau IGD bersangkutan tidak mampu, maka stabilitas yang cepat dan segera dirujuk ke RS dengan fasilitas IGD yang lebih canggih akan dapat menyelamatkan nyawa pasien.
PRINSIP PENANGGULANGAN
Penanggulangan pasien trauma harus di lihat bahwa:
  • Tergantungnya jalan nafas dapat menyebabkan kematian lebih cepat dari pada ketidak mampuan   bernafas.
  • Ketidak mampuan bernafas dapat menyebabkan kematian lebih cepat dari pada kehilangan darah
  • Pendarahan intrakranial adalah keadaan letal yang berikutnya.
Seorang dokter yang menangani kasus trauma harus:
  • Mengerti prinsip dan mampu melakukan “primary survey” dan “secondary survey”.
  • Mampu melakukan resusitasi dan terapi difinitif yang perlu dalam 1-2 jam pertama setelah trauma.
  • Mampu mengidentifikasi pasien, mana harus dirujuk dan melakukan rujukan.
  • Mengenal dan mampu bekerja sesuai protokol bencana pada keadan bencana
  • Selain itu harus mengerti dan mampu melakukan intubasi oro dan nasotrakheal pada orang dewasa maupaun anak kecil/bayi.
  • Mampu menentukan dan melakukan cricotiorodotomi
  • Memberikan infus cairan intra vena yang adekuat.
  • Memasang infus dan CVP dan memonitornya
  • “venous Cutdwon”
  • memasang infasi,deflasi (mengempiskan) dan melepas MAST.
  • Mampu torakosentesis dan memasang WSD serta memonotor / evaluasinya.
  • Mampu perikordienesis .
  • Mampu laase peritoneal.
  • Mampu mengidentifikasi eidera vertebra sevikal pada pemeriksaan maupun X-ray
  • Mampu imobilisasi vertebra servikal dan torako lumbal dan imobilisasi tungkai.
Karena penanggulangan pasien trauma sangat tergantung kepada waktu kecepatan bekerja, maka harus dapat bekerja sesuai urutan tindakan yang berlaku, yaitu :
ý     Kesiap-siagaan
ý     Triage
ý     Primary survey
ý     Resusitasi
ý     Secondary survey  dari kepala sampai ujung kaki
ý     Memonitor dan evaluasi yang berkelanjutan.
KESIAP-SIAGAAN:
Pada fase ini dibagi menjadi pra rumah sakit dan fase rumah sakit
ý     Fase pra rumah sakit(R.S)
Koordinatir antara ambulans 119 dengan rumah sakit dapat memperbaiki kualitas penanggulangan pasien gawat darurat. Idealnya ambulans 119 dapat memberi tahu R.S yang dituju mengenai triage dan biomekanik kecelakaan pasien sebelum meninggalkan tempat kejadian atau waktu perjalanan. Tindakan awak ambulans hanya imobilisasi dan transportasi pasien ke IGD yang sesuai dengan triange pasien, yaitu IGD level 1, 2 dan level 3.
ý     Fase rumah sakit
Desain ruangan dan penyediaan alat atau obat harus di persiapkan untuk menanggulangi pasien gawat darurat terkait secara efesien.
TRIAGE
Triage  adalah seleksi klien sesuai dengan kebutuhan terapi. Terapi yang dilakukan sesuai dengan prioritas A, B, C (A airway dengan kontrol vertebra sevikal, B breathing dan C circulation dengan kontrol pendarahan)
Triage dapat di lakukan dengan di rumah sakit maupun dilapangan supaya tidak melakukan kesalahan  adalah memilih rumah sakit yang dituju ,dua tipe trage yaitu;
ý     Bila jumlah klien tidak melebihi kapasitas rumah sakit/fasilitas kesehatan. Dalam keadaan ini pasien dengan keadaan paling gawat atau cedera multiple didahulukan menanggulanginya (selection of problem)
ý     Bila jumlah pasien melebihi kapasitas rumah sakit/fasilitas kesehatan dalam keadaan ini klien yang mempunyai kemungkinan hidup didahulukan penanggulangannya, disini dilakukan adalah “selection of pasients”
PRIMARY SURVEY
Disini dilakukan identifikasi keadaan yang membahayakan klien dan segera ditanggulangi.
ý     “Airway”
Menjamin kelancaran jalan nafas dan kontrol vertebrae servikalis. Jalan nafas dipertahankan dengan melakukan “chin lift” atau “jaw thrust” dapat juga dengan memasang “guedel” pada klien dengan multiple trauma dan trauma tumpul di atas klavikula kita harus mengagap dan memperlakukan seakan ada fraktur dari vertebra servikalis dengan memasang “neck collar” sampai dibuktikan negatif. Hasil pemeriksaan neurologi yang negatif tidak menyingkirkan ada cedera servikal. Karena itu sebaiknya dibuat X-ray crosstable lateral cervical spino atau swimmer view dan menilai ketujuh vetebra servikal.
Yang sering dilupakan atau tidak disadari:
þ     adanya benda asing pada jalan nafas
þ     adanya fraktur mandibula atau maksilofasial
þ     adanya disrupsi fraktur trakheal atau laringeal
þ     cedera vetebra servical
ý     Breathing dan Ventilasi”
Sebaiknya thoraks harus dapat dilihat semuanya untuk melihat ventilasi. Jalan nafas yang bebas tidak menjamin ventilasi yang cukup, pertukaran udara yang cukup diperlukan untuk oksigenisasi yang cukup. Bila ada gangguan instabilitas kardiovaskuler, respirasi atau kelainan neurologis. Maka kita harus melakukan ventilasi dengan alat “bag valve” yang disambungkan pada masker atau pipa endrokeal. Oksigenisasi  atau ventilasi yang cukup pada klien trauma termasuk memberikan volume dan konsentrasi oksigen (12 liter per menit) yang cukup.
Ventilasi akan terganggu terutama pada tiga keadaan :
þ     tension peneummothoraks
þ     open peneumothoraks
þ     flail chest dengan kontusi paru
pernafasaan yang melebihi 20 kali / menit menandakan gangguan respirasi.
ý     Circulation
Salah satu penyebab kematian di rumah sakit adalah pendarahan yang segera tidak diatasi, ditandai dengan hipotensi yaitu:
þ     kesadaran menurun
þ     warna kulit pucat,kelabu menandakan kehilangan darah lebih dari 30%
þ     nadi cepat dan lemah,ireguler merupakan pertanda hipovolume
Pendarahan bagian luar diatasi dengan balit tekan, jangan peke torniket karena akan mengakibatkan metabolisme anaerobe.sedangkan pada pendarahan tungkai atau abdomend diatasi dengan memakai MAST.
Masalah yang sering dilupakan atau tidak disadari:
þ     cedera intra abdoment dan intratoraks
þ     fraktur femur atau pelvis
þ     luka tusuk yang mengenai arteri-vena
þ     pendarahan eksternal
ý     Disability
Pada akhir primary survey dilakukan pemeriksaan neurologis untuk menentukan:
þ     kesadaran
þ     pupil
þ     reaksi reflek
Kesadaran ditentukan dengan metode AVPU:
þ     A-“Alert”
þ     V-“bereaksi pada vokal stimuli”
þ     P-“bereaksi pada pain stimuli”
þ     U-“unresponsive”
Glascow Coma Scale (GCS) dilakukan pada “primary survey” atau “seconder survey”. Perubahan pada neurologis atau kesadaran klien menunjukkan kelainan intrakranial, dengan demikian kita harus menilai ulang :
þ     Oksigenisasi
þ     Ventilasi
þ     Perfusi
Kehilangan kesadaran dapat disebabkan oleh A-I-U-E-O
þ     A-“alkohol”
þ     I-“injury atau infeksi”
þ     U-“uremia”
þ     E-“ epilepsi”
þ     O-“ opium “ atau other drag
Dapat juga “don”t forget them”
þ     D “diabetes”
þ     F “ fever”
þ     T “trauma”
Masalah yang sering muncul tapi terlupakan oleh kita adalah :
þ     Menurunnya oksigenesasi
þ     Syok
þ     Trauma kepala
þ     Terganggunya kesadaran karena alkohol atau obat lain
ý     Eksposure
Klien harus ditelanjangi untuk pemeriksaan lebih lengkap dan harus diselimuti untuk menghindari hipotermi.
RESUSITASI
ý     Airway pada setiap pasien harus dilihat dan amankan terutama pada pasien yang ventilasinya  tidak cukup. Ini dapat dilakukan dengan:
þ     chin lift
þ     jaw thrust
þ     naso/oropharyngeneal airway
þ     intubasi naso/oropharyngeal sebagai tindakan definitif dengan memperhatikan vertebra servikal. Bila ini tidak dapat dilakukan maka dibuat ”surgical airway” (cricothiroidotomy/trakheostomy)
ý     Breathing/ventilasi/ oksigenasi
Tension pneuthoraks dapat menggangu ventilasi dan harus segera dilakukan dekompresi dan semua pasien trauma harus mendapat suplement oksigen.
ý     Syok
dalam penanggulangan syok karena trauma ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
þ     Minimum diperlukan 2 buah slang infus dengan jarum no.16 atau lebih besar.
þ     Kecepatan cairan yang masuk ditentukan oleh diameter lubang jarum dan panjangnya selang bukan oleh besarnya vena.
þ     Infus dimulai pada vena perifer tungkai atas kalau semua gagal dapat dipasang venaseksi pada kaki dengan memotong selang infus yang langsung dimasukan kedalam vena. Dapat juga dipasangpada vena central seperti CVP sesuai dengan kemampuan dokter yang bersangkutan.
þ     Pada waktu memsang infus harus sekalian diambil darah untuk pemeriksaan golongan darah “cross match” dan pemeriksaan darah dasar.
þ     Infus dimulai dengan NaCl atau coloid.
þ     Keadaan syok pada trauma pada umumnya disebabkan karena hipovolemi.
þ     Kalau setelah diberikan 2-3 lt.NaCl,/ koloid, masih syok maka sebaiknya diberikan darah.sebaiknya jangan diberikan lama karna sudah tidak ada trombosit / faktor-faktor pembekuan darahnya.kalau tidak ada yang cocok bisa diberikan darah golongan O.
þ     Syok hipovolemi tidak dapat diatasi dengan vasopresor, steriod NaCl, bikarbonat.
þ     Hipotermi dapat terjadi bila kita memberikan infus/ tranfusi cepat tanpa di panaskan
þ     Kalau ada MAST dapat digunakan pada penanggulangan syok .dan MAST dilepaskan setelah dicapai tekanan darah yang diharapkan tercapai.
þ     Monitor dengan ECG harus dilakukan pada pasien dengan trauma dan diperhatikan:
Ö  disritmia, termasuk taekardia yang tidak dapat dijelaskan,atrialvibrilasi,kontrasi ventrikel yang prematur dan perubahan segment ST menunjukan adanya kontusi jantung. Hipotermi dapat juga menyebabkan terjadinya distrimia
Ö  disosiasi elektromekanik (EMD) menunjukan kemungkinan adanya tamponade jantung”tension peneumothhoraks”/ hipovelemi lanjut.
Ö  Bila ada brakiardi,kondusi aberand dan nadi prematur dicurigai adanya hipoksia dan prefusi jaringan yang rendah.
ý     Kateter urine
Adanya produksi urine merupakan indikator penting tentang volume cairan tubuh. Resisutasi dianggap berhasil jika mulai terdapat produksi urine bila terdapat :
þ     darah pada meatus
þ     hematom pada skrotum
þ     prostat tidak teraba / letak tinggi
maka kateter tidak dipasang sebelum dilakukan uretrogram.
ý     Sonde lambung
Sonde lambung dapat menghindari terjadinya distensi lambung dan aspirasi paru. Pada trauma tumpul kepala, terutama bila ada darah tidak beku pada mulut, hidung atau telinga, pemasangan sonde lambung dapat masuk ke dalam tengkorak (fraktur “cribrifron plate”) Dalam keadan demikian sebelum dipasang sonde lambung sebaiknya dilakukan test ”halo” (ekimosi periobital) atau “doble ring” (cairan tersebut ditempatkan pada kertas filter, bila ini cairan cerebrospinal maka akan terbentuk dua lingkaran)
ý     Monitor
Hasil resusitasi dapat dinilai dengan memperhatikan nilai perbaikan kualitatif dari parameter fisiologis seperti pernafasan (ventilasi), nilai tekanan darah, tekanan nadi, gas darah, arteri dan produksi urine.
þ     Jumlah ventilasi dan gas darah arteri dapat dipakai untuk memonitor jalan nafas dan pernafasan.
þ     “end tidal carbon dioksida” dapat dipakai untuk menilai kalau ETT terlepas waktu memindahkan atau transportasi pasien.
þ     “pulse oxymetery” sangat penting untuk memonitor pasien dengan trauma pulse oxymeter dapat mengukur saturasi oksigen dari hemaglobin tetapi tidak memberi nilai PaO2 oksigenasi yang cukup menunjukan adanya jalan nafas. Pernafasan dan sirkulasi yang baik.
þ     Tekanan darah dapat diukur, tetapi harus diingat bahwa ini tidak menunjukan adanya perfusi yang baik.
ý     Rujukan
Perlu di ingat bahwa pada “primary survey” kelainan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi harus segera ditanggulangi tanpa menunggu selesainya “primary survey” setelah “primary survey” kita mendapat cukup imformasi untuk menentukan apakah pasien perlu dirujuk atau tidak. Proses rujuk dilakukan oleh personalia dari administrasi dan dokter yang akan menerima pasien harus diberi tahu mengenai keadaan, kedatangan dan cara evakuasi (darat, laut atau udara)
ý     X-ray
Pembuatan X-ray tidak boleh menghambat resusitasi. 3 macam X-ray yang boleh dilakukan:
þ     Lateral dari vetebra spinalis
þ     AP thoraks
þ     AP pelvis
Ketika X-ray tersebut harus dilakukan druang resusitasi dengan alat X-ray protabel. Pada fase Primary survey dapat dilakukan X-ray dari “open mouth odontoid” dan AP thorakolumbal jika di curigai
SECONDARY SURVEY
Secondary survey tidak dimulai bila primery survey belum selesai. Resusitasi sudah dilakukan dari evaluasi ABC direvaluasi. Yang dilakukan dalam secondary survey adalah anamnese yang lengkap termasuk biomekanik kecelakaan dan pemeriksaan fisik dari kepala sampai ke ujung kaki.
Ä  Trauma tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Disini kita mendapat memprediksikan cedera yang dierita korban KLL.
Pada saat terbanyak terjadi kecelakaan dari depan maka pada:
þ     Fase 1 : pengemudi bergeser ditempat duduknya dan lutut mengenai “dasbord” dan dapat terjadi fraktur patela, femur dan dislokasi sendi panggul
þ     Fase II : pengemudi dilempar ke atas depan dan kepala/dahi mengenai frame kaca dan dapat terjadi fraktur frontalis/cedera kepala dan vetebra sevikalis.
þ     Fase III : pengemudi dilempar ke depan dan thoraks mengenai stir dan dapat terjadi fraktum sternum, iga “traumatic wat lung “ pneumotoraks atau hematotoraks.
þ     Fase IV : pengemudi dilempar ke depan dan muka mengenai kaca dan dapat terjadi segala macam cedera
þ     Fase V :  pengemudi dilempar lagi ke belakang dan leher mengenai sandaran kursi.bila tidak ada “head rest” maka akan terjadi hiperektensi sevikal lagi dan dapat terjadi fraktur.
þ     Hal yang sama dapat terjadi pada penumpang disamping pengemudi (tanpa trauma thoraks )
þ     Pada penumpang di belakang pengemudi dapat terjadi proses yang sama terutama disini dapat terjadi fraktur servikal karena kepala kena sandaran kursi depan dan terjadi hiperektensi servikal
þ     Pada tabrakan disamping dapat terjadi:
Ö  contralateral neck strain
Ö  flail chest lateral
Ö  pneumothoraks
Ö  ruptur hati / limpa
Ö  fraktur pelvis /asetabulum
þ     Tabrakan dari belakang dapat menyebabkan fraktur vetebra servikal karena hiperektensi jika kursi tidak ada “head rest”nya
þ     Kalau penumpang terlempar dari kendaraan akan terjadi cedera multiple
þ     Pada pejalan kaki, pengendara sepeda motor, bila ditabrak mobil, bemper akan mengenai kaki dan dilempar ke atas mengenai frame kaca/ke samping dan dan dapat menderita:
Ö  cedera kepala
Ö  fraktur vertebra servikal
Ö  cedera thorakal / abdominal
Ö  fraktur tungkai bawah
Khusus pada pengendara sepeda/sepedamotor dapat menderita “Hendel Bar Injury”, (jejak setang pada abdomen) dimana setang menjepit usus kiri vertebra
Ä  Trauma tembus
Dua faktor menentukan tipe cedera dan penanggulangannya :
þ     daerah badan yang terkena
þ     “transfer of energy”
Pada luka tusuk, wanita mempunyai kebiasaan ke atas karena kebiasaan cara mengepal.
Pada luka tembak perlu diperhatikan:
þ     jarak tembak
þ     perubahan kecepatan peluru dalm tubuh
þ     berputar peluru
þ     fragmentasi dan deformasi peluru
þ     kecepatan / pelositas peluru
þ     jenis jaringan (padat atau berongga)
Ä  Luka bakar
Pada luka bakar perlu diperhatikan
þ     cedera termal
þ     inhalasi asap
þ     cedera panas pada paru-paru
þ     inhalasi CO
þ     pengaruh zat kimia
þ     trauma tumpul dan fraktur seperti pada “blast injury”, lari dari api dan kejatuhan benda keras dari tembok.
Ä  Hipotermi
Kehilangan panas badan dapat terjadi pada temperatur sedang seperti 15-20oC, jika korban memakai pakaian yang basah, kurang bergerak dan vasodilatasi karena alkohol atau ganja.
Ä  Zat berbahaya
Zat kimia, toksin dan radiasi dapat menyebabkan kelainan pada kulit, jantung, paru-paru dan organ internal, keadaan  ini berbahya bukan hanya untuk korban tetapi juga untuk penolong. Karena dokter/UGD harus mempunyai protokolnya atau dapat menghubungi pusat keracunan di RS
PEMERISAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik kita mencari cedera yang kita duga terjadi sesui dengan biomekanik.
Ä  Kepala
Selain cedera sesuai dengan biomekanik pada pemeriksaan kepala harus diperhatikan mata :
þ     Besar pupil
þ     Pendarahan dalam pundus
þ     Dislokasi lensa
þ     Pendarahan pada konjungtiva
þ     Luka tembus
þ     Benda asing
þ     Lensa kontak (lepaskan sebelum terjadi cedera)
þ     Periksa visual dengan membaca “snelling chart” atau tulisan pada botol infus
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan kepala :
þ     Hyfema
þ     Cedera n. optikus
þ     Dislokasi lensa atau luka tembus mata
þ     Cedera kepala
þ     Laserasi  bagian kepala belakang
Ä  Maksilofasial
Cidera maksilofasial yang tidak ada gangguan pernafasan, ditanggulangi setelah pasien stabil. Dan penanggulangan dapat dilakukan pada hari ke 7 atau 10.
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan maksilafasial :
þ     “impending” gangguan jalan nafas
þ     perubahan jalan nafas
þ     cedera vertebra servikal
þ     pendarahan ( “exsanguinating”) fraktur” midface”
þ     laserasi duktus lakrimalis
þ     cedera n. fasialis
Ä  Leher
Tiga hal yang penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan leher:
þ     Semua pasien dengan trauma tumpul yang menyebabkan cedera pada maksilo fasial harus dianggap menderita fraktur vertebra servikal dan diperlukan demikian. Tidak ada kelainan neurologis dan nyeri tidak menyingkirkan kemukinan adanya cedera vertebra servikal.
þ     Semua pasien kecelakaan yang memakai topi pengaman/Helm posisi kepala dan leher harus dipegang dari bawah dalam posisi netral waktu melepas topi pengaman nya.setelah lepas kepala tetap dipertahankan posisinya dengan memegang dari atas
þ     Setiap luka tusuk yang menembus platisma harus dilakukan exsplorasi di kamar operasi dan pemeriksaan oprasi termasuk arteriografi, bronkhoskopi, esophaguskopi, dan esophagografi
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan leher:
þ     Cedera vertebra servikalis
þ     Cedera esofagus
þ     Cedera trhkeo-laringeal
þ     Cedera arteri carotis
Ä  Thoraks
Cedera pada dinding toraks seperti:
þ     “sucking chest injury”
þ     “flail chest”
þ     fraktur iga
þ     kontusi dan hematoma dingding toraks
dapat diketahui dekan inspeksi dan palpasi. Cedera pada paru-paru seperti:
þ     pneumothoraks
þ     hemathotoraks
dapat diketahi dengan perkusi dan auskultasi. Bunyi nafas yang lemah sudah merupakan indikasi yang cukup untuk melakukan punksi pleura pada pneumthoraks tamponade jantung dapat diketahui sengan adanya :
þ     denyut jantung terdengar jauh
þ     vena di leher melebar.tetapi seing tidak ada melebar bila terjadi hipovelemi
þ     “narrow pulse pressure” merupakan tanda tamponade jantung yang pasti
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan thoraks
þ     “tension pneumtoraks”
þ     luka toraks terbuka
þ     “flall chest”
þ     tamponade jantung
þ     ruptua aorta
Ä  Abdomen
Setiap cedera abdomen harus ditanggulangi dengan agresiv karena merupakan cedera yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik abdomen, hasil dapat berbeda beberapa jam kemudian.karna itu kalau kita tidak mendapatkan hasil yang positif,harus dilakukan observasi.
Setiap trauma tumpul abdomen dengan tanda –tanda yang tidak jelas dan kesadaran yang menurun karena alkohol,ganja trauma kepala,dan trauma toraks,fraktur pelvis merupakan indikasi untuk melakukan lavase peritoneal karenapemeriksaan akan sukar dilakukan
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan fisik abdomen:
þ     Ruptur hati / limpa
þ     Organ berongga dan vertebra lumbalis
þ     Cedera pankreas
þ     Cedera pembuluh darah besar
þ     Cedera ginjal
þ     Fraktur ginjal
Ä  Perineum, rektal, vaginum
Pada perineum dapat terjadi kontusio, hematoma, laserasi dan pendarahan uretra. Colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting untuk menilai :
þ     Darah dalam usus
þ     Letak prostat yang tinggi
þ     Fraktur pelvis
þ     Integritas dinding rektum
þ     Tonus sfinkter
Pada wanita pemeriksaan colok vagina dapat memberikan informasi danya darah dalam vagina dan laserasi vagina.
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan:
þ     cedera uretra
þ     cedera rektum
þ     cedera buli-buli
þ     cedera vagina
Ä  Muskulo skeletal
Pemeriksaan pada tungkai dilakukan dengan:
þ     Insfeksi untuk melihat kontusi dan deformitas
þ     Palpasi dengan rotasi atau “three point pressure” untuk menyertai nyeri, krepitasi dengan gerakan abnormal
þ     Tahanan antero-posterior dengan telapak tangan pada kedua “aterior superior lliaca spines” dan simfisis pubis untuk menilai fraktur pubis
þ     Pasien harus di “log rollll 98”untuk menilai punggung dan meraba vertebra torakalis dan lumbalis
þ     Neuro vaskuler distal pada kedua sisi dinilai ada kelainan
Yang sering terlupakan pada pemeriksaan muskuloskeletal :
þ     fraktur vertebra
þ     fraktur dengan gangguan vaskuler
þ     fraktur pelvis
þ     fraktur jari-jari
Ä  Neurologis
Pada trauma harus dilakukan penilai mengenai motorik, sensorik, kesadaran dan pupil. Ini dapat dilakukan secara objektif dengan “glascow coma scale” setiap tanda-tanda paresis/paralisis menunjukan adanya cedera pada vertebra dan harus segera difiksasi dengan “short/long board“ atau “semi rigid cervikal collar“ pendarahan exstra dural maupun subdural, depresi tengkorak dan cedera intrakranial lainnya harus dikonsultasikan dengan ahli bedah saraf, perubahan keadaan intrakranial berhubungan neurologis dapat merubah prioritas penanggulangan oksigenasi dan perfusi otak harus dinilai ulang. Dan bila tidak ada perubahan maka merupakan indikasi untuk tindakan bedah atau evakuasi.
Yang sering dilupakan pada pemeriksaan neurologis:
þ     Tekanan intrakranial yang sangat meninggi
þ     Hematom subdural dan exstradural
þ     Depresi tengkorak
þ     Cedera vetebra
REEVALUSI PASIEN
Pada pasien trauma harus direevaluasiterus menerus sehingga tidak ada simptom baru yang terlewatkan. Penanggulangan rasa sakit merupakan bagian dari penanggulangan trauma tetapi pemakaian opiat akan mengkaburkan tanda-tanda kelainan neurologis dan dapat mengakibatkan gangguan pernafasan. Karena itu pemakaiannya harus hati-hati monitor kesadaran dan produksi urine (0,5-1 cc/kg BB/jam pada orang dewasa dan 1cc /kg BB/ jam pada anak-anak) adalah yang terpenting, selain tanda-tanda vital lainnya, karena menunjukkan perfusi jaringan.
PENANGGULANGAN  DEFINITIF
Penanggulangan selanjutnya dipakai konsep “total care“ sehingga semua masalah dapat diprediksi dan ditanggulangi sebelum terjadi.
KESIMPULAN
Pada penanggulangan pasien pada trauma harus diingat urutan kegiatan / tindakan:
Ä  KESIAPSIAGAAN
Ä  TRIAGE
Ä  PRIMARY SURVEY
  1. –“ Airway” dan kontrol vertebra sevinalis
  2. – “breathing”
  3. – “circulation “ dan kontrol pendarahan
  4. – “ diasbility” evaluasi neurologis
  5. –“ Exsposure / endvironment” pasien di telanjangi
Ä  RESUSITASI
þ     oksigenasi dan ventilasi
þ     penanggulangan syok, infus dan penggantian volume
þ     penangulangan masalah yang mengancam nyawa dilanjutkan (diidentifikasi pada “primary survey”)
þ     monitor
Ö  gas darah artei dan ventilasi
Ö  end tidal CO2
Ö  ECG
Ö  “pulse oxymetry”
Ö  tekanan darah
Ä  SECONDARY SURVEY
þ     Kepala dan tengkorak
þ     Cedera maksilofasial
þ     Leher
þ     Toraks
þ     Abdomen
þ     Perineum /rektum / vagina
þ     Muskuloskeletal / punggung
þ     Neurologi
þ     X-ray, laboratorium, dll
þ      “fingers and tubes in Every Office “
Ä  Reevaluasi
Penanggulangan difinitif dengan konsep “total cidera atau evakuasi”

0 komentar: